We Tenri Sui Sitti Zaenab Datu Watu Arung Lapajung Patola Wajo Petta Matinroe ri Teppe’na

Isu kesetaraan gender dalam politik Soppeng kembali mencuat terkait dengan semakin dekatnya hajatan Pilkada. Sebagai sebuah kabupaten, ternyata kesetaraan gender bukanlah sebatas wacana saja, Soppeng pernah memiliki pemimpin seorang perempuan. Pada masa itu, kerajaan Soppeng menjadi sebuah wilayah yang subur dengan sumber utama ekonomi adalah pertanian. Adalah seorang Datu bergelar We Tenri Sui Sitti Zaenab Datu Watu Arung Lapajung Patola Wajo Petta Matinroe ri Teppe’na yang menjadi pemimpin saat itu.

Datu Sitti Zaenab dgn Datu Pabeangi Arung Ganra Sulle Datu

Masyarakat Soppeng sadar atau tidak sadar sudah lebih dulu menerapkan kesetaraan gender dalam hal kepemimpinan. Datu Tenri Sui pun juga mempunyai nama Islam yakni Datu Sitti Zaenab. Ini menandakan bahwa Islam pada masa kepemimpinan beliau sudah ada dan menjadi keyakinan masyarakat Soppeng.

Dalam politik kekinian, isu kesetaraan gender menjadi sangat serius. Begitu pun regulasi juga sangat jelas tersurat bagaimana keterwakilan kaum perempuan dalam dunia politik. Di pemerintahan A. Kaswadi Razak – Lutfi Halide juga memberikan porsi yang sangat besar akan keterlibatan kaum perempuan dalam pemerintahannya. Dari sisi ini tak salah kiranya jika kita sebagai masyarakat Soppeng khususnya bagi kaum hawa sedikit berbangga.

Dalam ranah politik, keseteraan gender menuntut adanya keterlibatan aktif baik sebagai pemilih ataupun sebagai pemimpin. Prinsip ini ternyata sudah lama diterapkan di Soppeng, sejak zaman kerajaan dimana pada saat itu Soppeng dipimpin oleh seorang Raja yang merupakan seorang perempuan. Dengan adanya kesetaraan gender, maka diharapkan kaum perempuan bisa terbebas dari keterbelakangan, bisa memperjuangkan persamaan hak atas bidang sosial, budaya, maupun politik.

Hal ini tentu sangatlah sulit, ini dikarenakan terdapat budaya patriarki yang masih melekat dalam diri masyarakat. Budaya patriarki menganggap bahwa laki-laki merupakan sosok/pihak yang lebih perkasa dan lebih kuat daripada perempuan. Perempuan dianggap sebagai pihak yang lebih lemah lembut dan lemah. Padahal, pada kenyataannya, terdapat juga laki-laki yang lemah lembut dan juga terdapat perempuan yang perkasa dan kuat.

Namun hal ini tentu bukanlah hal yang sulit untuk diterapkan di Soppeng, karena memang dari dulu masyarakat Soppeng sudah mengenal filosofi kesetaraan gender. Dan yang lebih menariknya lagi, di era Bupati A. Kaswadi Razak isu tersebut sudah terjawab, terbukti dengan banyaknya kaum perempuan yang dilibatkan dalam pemerintahan maupun di lembaga politik.

Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *